Berbakti kepada kedua orang tua.

Birrul Walidain dalam perspektif Islam.

Birrul Walidain "Berbakti pada Kedua Orang tua".
Bagaimana cara kita berbakti kepada kedua orang tua kita.???
Birrul Walidain dalam perspektif Islam adalah sebagai berikut:


وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang tua ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkan dengan susah payah (pula) mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: ‘Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk menyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shaleh yang Engaku ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri.” (QS. Al-Ahqof : 15).

Ayat ini adalah wasiat Allah swt. kepada manusia untuk menyadari keberadaannya di dunia, mulai dari kandungan sampai pada fase dewasa, dimana mereka tidak pernah lepas dari peran dan pengorbanan orang tua.


Secara umum khitob yang dipakai ayat ini adalah al-Insan, yaitu manusia secara keseluhuran agar berbuat Ihsan kepada orang tua mereka. Lebih lanjut dalam Hasyiyyah ash-Showi diterangkan bahwa maksud dari Ihsan adalah:


وَهُوَ جَـمَالُ الْقَوْلِ وَالْفِعْـلِ بأَنْ يُعَظِّمَهُمَا وَيُوَقِّرَهُمَا قَوْلاً وَفِعْـلاً


“[Ihsan] adalah berbuat baik dalam ucapan dan tingkah laku, dengan menghormati kedua orang tua dan mengagunkan keduanya, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.”

Itu artinya, birrul walidain adalah berbuat Ihsan kepada orang tua dengan menghormati dan mengagungkan mereka baik dengan tutur kata atau tingkah laku yang baik terhadap keduanya. Dalam hal ini al-Qur’an menyinggung:


وَقَضَى رَبُّكَ اَلاَّ تَعْبُدُوْا اِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا  قلى  إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِـَبرَ اَحَدُهُمَا اَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَـهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَـهُمَا قَوْلاً كَرِيـْمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maaka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”  ( QS. Al-Israa’ : 15 ).


Mengucapkan kata “ah” kepada orang tua tidak diperbolehkan oleh agama, apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu. Larangan yang digunakan al-Qur’an adalah memakai Mafhum Aulawi, yaitu pemahaman dengan melebihkan. Dalam bahasa yang lain, berkata “ah” saja sudah merupakan sebuah larangan agama, apalagi sampai membentak atau memukulnya.
Birrul walidain adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang anak, baik saat orang tua masih hidup atau sudah tidak ada. Apabila orang tua masih hidup, tentunya dengan menaati dan membahagiakan  mereka. Menaati dalam arti melaksakan perintah-perintah yang tidak berseberangan dengan syari’at. Dalam Hikmah at-Tasyri’ dituliskan:


وَعَلَى اْلجـُمْلَةِ يُطِيْعُهُمَا فِى كُلِّ اْلأُمُوْرِ إِلاَّ مَا حَـرَّمَهُ الشَّارِعُ اْلـحَكِيْمُ كاَلْكُفْرِ مَثَلاً . وَهَذَا دَلِيْلٌ عَلَى شِدَّةِ حِـرْصِ الشَّارِعِ فِى احْـِترَامِ الْوَالِدَيْنِ وَلَوْ كَانَ كَافِـرَيْنِ

“Secara umum, menaati orang tua adalah dalam segala hal, terkecuali sesuatu yang memang diharamkan oleh asy-Syari’ al-Hakim (Nabi pembawa syari’at yang menetapkan hukum), seperti berbuat kufur. Demikian ini sebagai petunjuk atas kesungguhan beliau dalam memuliakan kedua orang tua, walaupun keduanya dalam keadaan kafir.”  
( Hikmah at-Tasyri’, Juz II, hal 279 ).


Cara Berbakti Kepada Orang Tua

Cara berbakti kepada orang tua ini, jelaslah berbeda jika mereka sudah tidak ada. Anak merupakan deposito amal jangka panjang bagi orang tua, karena generasi yang shalih dan shalihah tentu akan mendo’akan mereka. Dan do`a anak yang shalih ini, akan menjadi amal yang tidak akan putus sampai kelak di akhirat, Nabi saw. bersabda:


إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ اِنقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ ، صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ اَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ


“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali tiga perkara, yaitu; Amal jariyyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang mendo’akannya.” (HR. Muslim)

Jadi, amaliyyah yang pokok sebagai bentuk birrul walidain di saat orang tua sudah tidak adalah mendo’akan keselamatan dan kebahagiaan mereka di akhirat, karena tidak ada amaliah lain yang bisa sampai kepada mereka, selain doa yang dipanjatkan dan pahala amal kebaikan yang dialamatkan kepadanya. Seperti hadits yang diriwayatkan imam Bukhori Muslim dari istri Rosululloh saw. Ia berkata, bahwasanya seseorang lelaki datang kepada nabi saw. dan bertanya :


ياَ رَسُوْلَ الله ِاِنَّ اُمِّى اِفْتَتَلَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوْصِ وَاَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ اَفَلَهَا اَجْرٌ اِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا ؟ قَالَ : نَعَمْ
Birrul Walidain_www.masailuna.blogspot.com

“Ya Rasulullah, ibuku telah meninggal mendadak, sehingga ia tidak berkesempatan untuk  berwasiat dan saya kira andaikan ia dapat kesempatan bicara tentu ia akan berwasiat untuk bersedekah. apakah ia mendapatkan pahala apabila aku bersedekah untuknya?” Nabi menjawab: ‘Tentu saja.”  (HR. Bukhari Muslim).

Amaliyah yang tidak kalah pentingnya adalah melaksanakan kebaikan-kebaikan orang tua di saat mereka masih hidup, seperti kebiasaan bershadaqah, ta’lim wa ta’allum, silaturrahim atau yang lainnya,  dan melaksanakan pula wasiat serta pesan-pesan yang ditinggalkan.

Sedemikian penting birrul walidain ini, dapat tergambar jelas dari salah satu kisah yang terjadi pada zaman Rasulullah saw. kisah yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Satu ketika ada seorang pemuda ahli ijtihad dan ahli shadaqah bernama ‘Alqomah jatuh sakit, dengan kondisi yang sangat parah. Melihat demikian, sang istri melaporkan keadaan suaminya itu kepada Rasulullah.



“Wahai utusan Allah, lihatlah keadaan suamiku. Sungguh ruhnya akan tercabut.” Demikian dia meminta kepada Rasulullah. Mendengar penuturan istri ‘Alqomah, kemudian Rasulullah mengajak segenap sahabat untuk melihat keadaan Alqomah.

Sesampai di rumah ‘Alqomah, Rasulullah melihat keadaan ‘Alqomah yang sudah tidak bisa bicara dan beliau mengira dia akan meninggal dunia. Lalu, Rasulullah pun menuntunnya untuk membaca syahadat, tapi ‘Alqomah tetap saja tidak bisa bicara apalagi mengikuti Talqin dari Rasulullah. Melihat hal ini beliau bertanya, “Apakah dia masih memiliki Ayah?” Sebagian sahabat menjawab:


ياَ رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ اَبَاهُ قَدْ مَاتَ وَإِنَّ لَهُ أُمًّا كَـبـِيْـرَةَ السِّنّ
“Wahai Rasulullah, sungguh bapaknya telah meninggal dunia. Dan dia masih memilik ibu yang tua renta.”


Mendengar demikian, Rasulullah kemudian mengundang sang ibu dan menanyakan perihal penderitaan yang dialami ‘Alqomah putranya. Lalu sang ibu menjawab:


ياَ رَسُوْلَ اللهِ كَانَ يَصُوْمُ وَ يَتَصَدَّقُ وَيُصَلِّى وَكَانَ فاَعِلاً لِلْخَيْـرِ لَكِنـِّى  سَاخِطَةٌ عَلَيْهِ لأَنَّهُ كَانَ يُؤْثِرُ زَوْجَتَهُ عَلَى أُمِّـهِ


”Wahai utusan Allah, dia itu orang yang menjalankan puasa, mengeluarakan shadaqoh dan mendirikan shalat, juga dia orang yang melakukan kebaikan. Tapi, sungguh saya marah kepadanya, karena dia lebih mementingkan istrinya dari pada ibunya.”

Maka jelaslah di hadapan Rasulullah, apa yang menjadi alasan Alqamah begitu tersiksa di akhir hayatnya. Lalu beliau memerintahkan kepada segenap sahabat untuk mengumpulkan kayu bakar dan membakar ‘Alqomah, agar lebih mempermudahnya menemui kematian. Melihat hal ini, munculah rasa belas kasihan di hati ibunya. Kemudian diapun melarang Rasulullah membakar ‘Alqomah. Rasulullah bersabda:

فَعَذَابُ اللهِ أَشَدُّ إِنَّ اللهَ تَعَالىَ لَـمْ يَرْضَ إِلاَّ برِضَاكِ وَلاَ يَقْبَلُ صَلاَتَهُ
وَصِيَامَهُ وَصَدَقَتَهُ مَادُمْتِ سَاخِطَةٌ عَلَيْهِ


“Maka siksa Allah lebih berat (daripada pembakaran ini). Sungguh! Allah Ta’ala tidak akan ridho tanpa ridha darimu. Dan Allah tidak menerima shalat, puasa, dan shadaqahnya selama engkau masih memendam kemarahan kepadanya.”


Baca juga:

Rupanya penuturan Rasulullah inilah yang kemudian menjadi jalan bagi ibunya menemukan hidayah untuk memaaf ‘Alqomah, dia berkata, “Aku bersaksi kepada Allah dan kepadamu, bahwa saya benar-benar memaafkannya.” Setelah berkata demikian, Rasulullah kemudian menalqin ‘Alqomah dan diapun bisa menirukan apa yang dituturkan Rasulullah. Pada akhir kisah, setelah selesai Rasulullah menuntunnya membaca syahadat, seketika itu pula ‘Alqomah meninggal dengan tenang.

Kesimpulannya:
Demikian penting dan berartinya birrul walidain sehingga banyak sekali riwayat hadits yang menerangkan hikmah dan keutamaannya, tinggal sejauh mana kita bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, sekian. Wallohu A’lam.

Belum ada Komentar untuk "Berbakti kepada kedua orang tua."

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel