Hukum mencukur bulu kemaluan.
Mencukur bulu kemaluan.
Pertanyaan:
Bagaimana yang seharusnya kita lakukan pada bulu kemaluan .? mencukur ataukah mencabutnya...?
Jawaban:
Mencabut bulu kemaluan tentunya akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa, karenanya rekomendasi yang diberikan adalah dengan mencukurnya. Bukan mencabut, seperti halnya yang dilakukan pada bulu ketiak.
Yang mana pada bulu ketiak lebih direkomendasikan untuk mencabut bukan mencukur, sebagaimana yang disebutkan dalam ibarot berikut ini.
اَلْحِكْمَةُ فِي نَتْفِهِ أَنَّهُ مَحَلٌّ لِلرَّائِحَةِ الكَرِيهَةِ وَإِنَّمَا يَنْشَأُ ذَلِكَ مِنَ الْوَسَخِ اَلَّذِي يَجْتَمِعُ بِالْعَرَقِ فِيهِ فَيَتَلَبَّدُ وَيهِيجُ فَشُرِعَ فِيهِ النَّتْفُ اَلَّذِي يُضْعِفُهُ فَتَخِفُّ الرَّائِحَةُ بِهِ بِخِلَافِ الْحَلْقِ فَإِنَّهُ يُقَوِّي الشَّعْرَ وَيُهَيِّجُهُ فَتَكْثُرُ الرَّائِحَةُ لِذَلِكَ
“Hikmah dari mencabut bulu ketiak adalah bahwa ketiak merupakan tempat bersemayamnya bau tak sedap. Dan bau tak sedap itu akibat dari daki yang bercampur dengan keringat yang ada di dalam ketiak yang kemudian menyebabkan bulu ketiak menjadi kempal dan lebat. Lantas disyariatkan mencabut bulu di ketiak dimana pencabutan tersebut bisa melemahkan bulu ketiak kemudian mengurangi baunya. Berbeda dengan mencukurnya yang malah menguatkan bulu dan melebatkannya sehingga semakin menambah bau (tak sedap) ketiak tersebut,” (Lihat Ibnu Hajr Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, Beirut, Darul Ma’rifah, 1379 H, juz X, halaman 344).

Baca Juga
Namun rekomendasi pencukuran bulu kemaluan itu menurut keterangan yang kami pahami dalam kitab Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib itu hanya diperuntukkan untuk seorang laki-laki. Sedang untuk perempuan sebaiknya atau yang lebih afdhal adalah mencabutnya.
Baca juga:
Salah satu hikmah yang terkandung adalah menurut para ulama bahwa mencabut bulu kemaluan itu bisa mengendalikan syahwat, sedang mencukurnya itu bisa menguatkannya.
Berbeda dengan para para ulama tersebut adalah argumentasi yang dikemukakan oleh Madzhab Maliki yang menyatakan bahwa mencabut bulu kemaluan (bagi perempuan) itu bisa melembutkan kemaluannya.
وَالْأَفْضَلُ لِلذَّكَرِ الْحَلْقُ وَلِغَيْرِهِ النَّتْفُ، وَقَالُوا فِي حِكْمَتِهِ، إنَّهُ يُضْعِفُ الشَّهْوَةَ، وَالْحَلْقُ يُقَوِّيهَا وَعَكَسَ الْمَالِكِيَّةُ. وَقَالُوا: لِأَنَّ نَتْفَهَا يُرْخِي الْفَرْجَ
Artinya, “Yang paling afdhal bagi laki-laki adalah mencukur bulu kemaluan, sedangkan bagi perempuan adalah mencabutnya. Para ulama berkata tentang hikmahnya, ‘Bahwa mencabut bulu kemaluan itu bisa mengendalikan syahwat, sedang mencukurnya itu bisa menguatkan syahwat. Berbeda dengan ulama dari kalangan Madzhab Maliki, mereka menyatakan; ‘Karena mencabut bulu kemaluan (bagi perempuan) itu bisa melembutkan kemaluannya,’”
(Lihat Sulaiman Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1417 H/1996 M, juz I, halaman 337).
Menarik apa yang dikemukakan oleh para ulama tersebut mengenai hikmah pencabutan dan pencukuran bulu kemaluan. Rekomendasi bagi perempuan adalah pencabutan bulu kemaluan karena dianggap dapat mengendalikan syahwatnya. Sedangkan menurut pandangan dari Madzhab Maliki hal itu dianggap bisa melembutkan kemaluannya.
Sedang untuk laki-laki direkomendasikan untuk mencukurnya karena diangap akan mampu menambah daya vitalitasnya. Kendati demikian bahwa yang lebih afdhal bagi perempuan adalah mencabut bulu kemaluan.
Tetapi menurut hemat kami, pandangan ini harus dibaca dalam konteks bagi perempuan yang memang "sanggup menahan rasa sakitnya". Akan tetapi, Jika memang tidak sanggup, maka mencukur bulu kemaluannya juga tidak menjadi masalah dan berhak mendapatkan kesunahan, meskipun tidak mendapatkan keafdhalan atau keutamaan. Sebab, yang utama bagi wanita menurut pandangan ini adalah mencabut bulu kemaluan, bukan mencukurnya.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallohu A'lam Bis Showab.
Belum ada Komentar untuk "Hukum mencukur bulu kemaluan."
Posting Komentar